Pengendalian Penyakit Londoh / Busuk Daun Pada Tananman Kentang
Penyakit busuk daun tanaman kentang atau yang oleh petani
di Kedu, Wonosobo disebut Lodoh merupakanpenyakit yang paling serius di antara
penyakit dan hama yang menyerang tanaman kentang di Indonesia.
Penyakit lodoh ini disebabkan oleh serangan jamur patogen ganas
Phytophthora infestans yang dapat menurunkan produksi kentang hingga 90%
dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Sampai saat ini
kapang patogen penyebab penyakit busuk batang dan daun tanaman kentang
tersebut masih merupakan masalah krusial dan belum ada fungisida g yang
benar-benar efektif terhadap penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan
mengoleksi dan mengidentifikasi jamur-jamur tanah isolat lokal yang
bersifat antagonis terhadap patogen penyebab penyakit busuk daun dan umbi
tanaman kentang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab penyakit busuk
daun dan umbi tanaman kentang di daerah sentra pembibitan tanaman kentang
di Kedu Temanggung Jawa Tengah adalah Phytophthora infestans. Terdapat 17
isolat jamur tanah isolat lokal yang dapat diisolasi dari tanah di
sentra pembibitan tanaman kentang tersebut. Dari 17 isolat jamur ini dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok isolat yang berbeda morfologi koloninya.
Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa dari 4 kelompok jamur tanah
tersebut adalah dari marga Trichoderma spp, Aspergillus sp, Pennicillium sp
Phytophthora infestans. Terdapat satu buah jamur yang belum dapat
diidentifikasi.
PENDAHULUAN
Kentang adalah salah satu komoditi andalan
sektor pertanian di Indonesia dan semakin meningkat permintaannya
akhir-akhir ini. Peningkatan ini untuk mencukupi kebutuhan bahan
pengganti makanan pokok (beras) maupun sebagai bahan baku industri,
selain itu untuk mengatasi harga beras yang semakin tinggi serta
mengurangi impor bahan pangan beras yang telah menghabiskan devisa
negara dalam jumlah besar (Anonim, 2002). Salah satu prioritas
pengembangan agribisnis kentang di Indonesia adalah di Jawa
Tengah (Wonosobo), namun produksinya masih rendah oleh serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya kapang patogen
Phytophthora infestans penyebab busuk daun dan umbi tanaman kentang
(Rukmana, 1997). Secara bertahap dan berkesinambungan penelitian intensif
terhadap komoditas kentang mendapat perhatian dan prioritas.
Pengembangan agribisnis kentang diprioritaskan antara lain di provinsi
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan
Sulawesi Selatan.
Penyakit merupakan salah satu faktor pembatas penting
pada budidaya tanaman kentang. Penyakit busuk daun tanaman kentang atau
yang oleh petani di Wonosobo dan Dieng disebut Lodoh merupakan
penyakit yang paling serius di antara penyakit dan hama yang menyerang
tanaman kentang di Indonesia (Katayama & Teramoto, 1997; Zazali,
2004). Penyakit lodoh disebabkan oleh serangan jamur patogen ganas
Phytophthora infestans ini dapat menurunkan produksi kentang hingga
90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Sampai saat
ini kapang patogen penyebab penyakit busuk batang dan daun tanaman
kentang tersebut masih merupakan masalah krusial dan belum ada varietas
kentang yang benar-benar tahan terhadap penyakit tersebut (Cholil,
1991). Menurut Djafaruddin, 2000, penyakit busuk daun/ batang (late
blight) tanaman kentang sangat
berpotensi terjadi pada daerah dingin dan lembab karena kapang patogen
yang menyebabkannya mudah tumbuh dan berkembang baik pada kondisi
dingin. Penyebab penyakit busuk daun ini adalah kapang
patogen Phytophthora infestans. Kapang dapat menyerang daun, batang,
juga umbi di dalam tanah. Kapang patogen Phytophthora infestans bukan
merupakan kapang asli tanah, namun biasa menyerang organorgan tanaman
kentang di dalam tanah dan di atas tanah (daun, batang, cabang, akar dan
umbi).
Penyebaran spora/ patogen kapang melalui angin, air
atau serangga. Jika spora sampai ke daun basah, ia akan berkecambah
dengan mengeluarkan zoospora atau langsung membentuk tabung kecambah,
kemudian masuk ke bagian tanaman, dan akhirnya terjadi infeksi. Spora
yang jatuh ke tanah akan menginfeksi umbi, dan
pembusukannya bisa terjadi di dalam tanah atau
di tempat penyimpanan. Kasus penyakit busuk daun biasanya sering
terjadi di daerah dataran tinggi yang bersuhu rendah dengan kelembaban
tinggi (Alexopoulos, et al., 1996 ). Selain itu penyebaran spora
patogen Phytophthora infestans dipicu oleh keadaan lingkungan udara yang
relatif lembab (di atas 80% seperti keadaan lingkungan di Wonosobo).
Patogen tersebut juga dapat bertahan hidup di dalam umbi dan batang tanaman
kentang sehingga infeksi pada umbi dapat terbawa sampai ke gudang
penyimpanan (Adijaya, 2001). Gejala pada daun berupa hawar (blight) atau
bercak berwarna abu-abu yang berukuran besar dengan bagian tengahnya
agak gelap dan agak basah. Gejala serangan pada leher akar dan akar
berupa busuk berwarna hitam. Serangan pada umbi berupa busuk basah
umbi yang berwarna abu-abu atau hitam. Apabila umbi diinkubasikan
dalam temperatur 15 - 20oC, akan muncul konidia yang dibentuk dalam
jumlah banyak, berupa tepung berwarna keabuan (Cholil, 1991).
Pengendalian penyakit busuk daun, busuk batang atau
busuk umbi (late blight) oleh jamur patogen Phytophthora infestans, selama
ini dilakukan dengan menyemprotkan fungisida sintetik Sandofan MZ
10/56 WP dengan konsentrasi yang dianjurkan, Benlate dengan konsentrasi
yang dianjurkan dan Kocide 54. Kebiasaan para petani menyemprot
pestisida secara serampangan menyebabkan timbulnya strain baru dari
kapang-kapang patogen tersebut yang ditunjukkan adanya kekebalan kapang
itu terhadap fungisida sintetis tertentu atau dosis efektif,
fungisida sintetis dapat mencapai dua kali dosis anjuran. Untuk
menghindari kondisi yang lebih parah, tindakan yang perlu dilakukan
adalah mengganti fungisida yang biasa dipakai dengan fungisida yang berbeda
bahan aktif dan cara kerjanya (mode of action). Pemakaian
fungisida alternatif yang berisi kultur campuran kapang antagonis
belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
pendahuluan tentang efektivitas dan potensi kapang antagonis Pseudomonas
fluorescense untuk mengendalikan kapang patogen Phytophthora infestans
secara in vitro.
Pengendalian penyakit dengan fungisida dan bakterisida
sintetis oleh para petani kentang selama ini tidak efektif dalam
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh kapang patogen, banyak
masalah yang merugikan bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak
langsung diantaranya menimbulkan residu yang melekat pada hasil
tanaman yang akan mengganggu kesehatan konsumen, pencemaran
lingkungan serta membunuh organisme lainnya yang bukan sasaran.
Penggunaan agen hayati berbahan baku biofungisida sehingga menjadi
alternatif yang tepat untuk mengendalikan mikroba patogen penyebab penyakit pada tanaman
budidaya. (Arwiyanto, 2003).
Agensia hayati meliputi organisme dan11 substansi yang
dihasilkan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
yang merugikan (Anonim, 1996 dalam Marwoto, 2001). Salah satu jenis
biopestisida adalah biofungisida berbahan aktif mikroorganisma sel
jamur antagonis Trichoderma spp, yaitu fungisida penghambat
pertumbuhan kapang patogen penyebab penyakit tanaman budidaya
yang diharapkan efektif mengendalikan serangan kapang patogen
Phytophthora infestans tanaman kentang serta aman bagi tanaman budidaya
sebagai tanaman bukan sasaran. Jamur antagonis Trichoderma spp
dapat diisolasi dari tanah lokal, termasuk jamur selulolitik sejati
karena mampu menghasilkan komponen selulase secara lengkap. Jamur tanah
ini terdiri dari sembilan jenis yaitu T. piluliferum, T. polysporum,
T. koningii, T. auroviride, T. amantum, T. harzianum, T. longibrachiatum,
T. pseudokoningii, dan T. viride (Rifai, 1969 dalam
Salma & Gunarto, 1999). Jamur-jamur
antagonis tanah isolat lokal seperti Trichoderma spp dilaporkan
mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap jamur patogen dengan
mekanisme hiperparasitismenya dan antibiosisnya sehingga efektif
menghambat pertumbuhan kapang patogen tanaman dengan mendegradasi dinding
selnya. Dinding sel kapang patogen menjadi rusak kemudian mati
melalui aktivitas enzim kitinasenya. Beberapa enzim kitinolitiknya
hanya toksik pada kapang patogen penyebab penyakit tanaman budidaya
tetapi namun tidak pada mikroorganisma lain dalam tanah dan
tumbuhan inang (Kloepper et al., 1989).
Menurut Salma dan Gunarto (1999), Trichoderma spp
mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase sehingga
dapat merusak dinding sel kapang patogen pada kelompok jamur famili
Pythiaceae seperti Phytophthora infestans. Selain itu kapang
tanah Trichoderma spp mempunyai kemampuan melakukan pelilitan dan
penetrasi hifa patogen serta menghasilkan antibiotik yang bersifat
toksin bagi patogen lawannya (Dennis & Webster, 1971 dalam
Salma dan Gunarto, 1999). Mekanisme antibiosis dilakukan dengan
menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin untuk membunuh
P. infestans. Mekanisme antibiosis tergantung dari jenis dan sifat
tanah sebagai substrat tumbuhnya. T. viride lebih suka pada kondisi tanah
yang asam, apabila T. viride ini terdapat pada tanah yang
asam kemungkinannya untuk memproduksi antibiotik lebih tinggi
(Djafarudin, 2000).
T. viride umum digunakan untuk pengendalian patogen
dalam bentuk tepung yang diaplikasikan dengan dosis 100 kg/ha
(Anonim, 2001). Keunggulannya yang lain adalah sebagai sebagai
bioprotektan bagi tanaman muda HTI serta perkebunan. Beberapa keuntungan
dari penggunaan biofungisida tersebut adalah mudah dimonitor dan
berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan
lama serta aman bagi lingkungan, hewan dan manusia karena tidak
menimbulkan residu kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah atau
terakumulasi di dalam makanan hasil budidaya pertanian
(Yuliani, 2002).
Penelitian bertujuan untuk untuk mengetahui kemampuan
jamur-jamur antagonis tanah isolat lokal dalam menghambat
pertumbuhan kapang patogen Phytophthora infestans secara in vitro.
Selain itu, penelitian dimungkinkan dilanjutkan dengan uji
antagonisme antara jamur patogen
dan jamur antagonis isolat lokal yang
telah diketahui paling kuat kemampuan antagonismenya
dengan mengetahui efektifitas pengaruh inokulasi jamur antagonis isolat
lokal tsb terhadap pencegahan thd infeksi oleh kapang patogen
Phytophthora infestans pada tanaman kentang yang ditanam di rumah kaca.
Pemanfaatan agen hayati jamur tanah isolat lokal merupakan suatu
usaha diversifikasi penggunaan bahan aktif sebagai bahan baku untuk
biofungisida. Diversifikasi bahan aktif biofungisida perlu dilakukan,
mengingat Indonesia sebagai negara tropis mempunyai potensi menghasilkan
jenis agen hayati yang tinggi keanekaragamannya.
Biofungisida yang berisi mikroorganisma jamur
antagonis isolat lokal sebagai bahan aktif utamanya, secara ekonomi
penggunaannya lebih murah dan efektif dibandingkan dengan
fungisida kimiawi, karena sekali diintroduksikan ke dalam tanah atau
medium pembawa yang tepat akan dapat bertahan dalam periode yang cukup
lama. Selain itu aplikasinyapun dapat dilakukan seperti aplikasi pada
fungisida kimiawi. (Yuliani 2002).
BAHAN DAN METODE
Penelitian in vivo dilakukan di rumah
kaca Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Kedu, Temanggung dan
penelitian in vitro dilakukan di Laboratorium
Mikrobiogenetika Jurusan Biologi FMIPA Universitas Diponegoro.
1. Isolasi dan identifikasi jamur-jamur antagonis
tanah lokal
Isolat jamur-jamur antagonis isolat lokal diisolasi
dari tanah tempat tanaman kentang tumbuh baik yang teridentifikasi sakit
ataupun yang tidak oleh patogen Phytophthora infestans. Isolasi
dilakukan pada lahan pertanaman kentang yang sakit dan yang tidak
terinfeksi Phytophthora infestans. Isolasi dilakukan dengan cara isolasi langsung
(direct plating), yaitu : tanah lokal diambil dan diletakkan pada cawan
petri yang berisi medium TEA steril yang telah
ditambahkan chloramfenikol 50 ppm, kemudian diinkubasi pada suhu
ruang selama 3 hari. Koloni jamur yang menunjukkan morfologi koloni yang
berbeda kemudian masing-masing dipisahkan ke dalam medium PDA
kemudian diidentifikasi menurut buku Barnett dan Hunter, 1972.
2.Isolasi dan identifikasi jamur
Phytophthora infestans.
Isolat Phytophthora infestans diisolasi dari daun
kentang yang positif terinfeksi Phytophthora infestans. Isolasi dilakukan
dengan cara isolasi langsung (direct plating), yaitu : daun
kentang diambil dan diletakkan pada cawan petri yang berisi TEA steril
yang telah ditambahkan chloramfenikol 50 ppm, kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama 3 hari. Koloni kapang
yang menunjukkan ciri-ciri Phytophthora infestans dipindahkan dalam
medium PDA lainnya dalam cawan petri secara aseptik dan diinkubasi
pada suhu ruang selama 3 hari. Identifikasi menurut Barnett dan
Hunter, 1972 untuk memperoleh isolat murni Phytophthora infestans.
3. Uji Antagonisme jamur antagonis isolat lokal
terhadap kapang patogen
Phytophthora infestans secara In vitro Isolat
Phytophthora infestans yang telah dibiakkan pada media PDA di dalam cawan
petri yang berisi media PDA (Potao Dekstrose Agar) dan diinkubasi
selama 5 x 24 jam pada suhu 30oC, kemudian dibuat cetakan potongan
miselium berbentuk bulat dengan diameter 0,5 cm. Satu potongan
miselium ini kemudian diletakkan berdampingan dengan cetakan miselium
koloni jamur antagonis isolat lokal (dual plating). Sebagai kontrol,
kapang patogen Phytophthora infestans ditumbuhkan pada medium PDA
yang tidak diinokulasikan terlebih dahulu dengan biakan sel jamur
antagonis isolate lokal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Isolasi patogen penyebab busuk daun dan umbi
tanaman kentang
Kapang patogen Phytophthora infestans berhasil
diisolasi dari beberapa lembar daun kentang yang telah positif terinfeksi
kapang patogen tersebut yang diambil dari lokasi perkebunan
(pembibitan) kentang di Kledung, Kedu Temanggung Jawa Tengah (Gambar 1 dan
2 ). Metode isolasi menggunakan metode isolasi secara langsung
(direct method). Beberepa kapang antagonis (3 buah) juga telah berhasil
diisolasi dan positif menghambat pertumbuhan kapang
patogen Phytophthora infestans yang ditunjukkan pada gambar-gambar di
bawah. Penghambatan yang kuat terjadi pada pertumbuhan koloni
jamur Trichoderma sp yang ditumbuhkan pada koloni kapang patogen
Phytophthora infestans (Gambar 2).
Gambar 1: Busuk daun (late blight) pada daun tanaman
kentang oleh Kapang patogen Phytophthora infestans
Gambar 2: Isolasi langsung daun tanaman kentang yang
terinfeksi kapang patogen Phytophthora infestans pada medium PDA
dan TEA
Koloni kapang patogen Phytophthora infestans pada
medium PDA berwarna putih dengan tekstur permuakaan berwarna
wolly. Sporangia berbentuk pyriform mempunyai papila berwarna hialin
serta permukaannya halus. Sporangiofor bercabang-cabang simpodial, berwarna
hialin (Gambar 3).
Gambar 3: Koloni dan
gambar mikroskopi kapang patogen Phytophthora infestans pada medium PDA
2. Isolasi
kapang –kapang tanah isolat local pada pertanaman kentang
Dari hasil
isolasi jamur tanah pada medium PDA diperoleh 3 isolat kapang antagonis, baik
yang diisolasi dari pertanaman kentang yang sakit atau yang tidak. Pemilihan
isolat didasarkan pada perbedaan morfologi koloni (warna dan bentuk koloni)
isolat jamur pada kedua medium tersebut untuk tiap-tiap sampel tanah. Dengan demikian
tidak menutupi kemungkinan terdapat isolat-isolat jamur yang sama yang berasal
dari beberapa sampel tanah tersebut (Gambar 4).
Gambar 4: Koloni-koloni
kapang antagonis yang dapat diisolasi dari tanah pertanaman kentang pada medium
PDA.
3. Uji
antagonisme secara in vitro
Dari 7 isolat
jamur yang diperoleh pada medium PDA, 3 isolat di antaranya bersifat antagonis
terhadap kapang pathogen Phytophthora infestans dan berdasarkan pada persamaan
sifat morfologi koloninya (warna dan bentuk koloni), maka dari 7 isolat jamur
ini dapat dikelompokkan menjadi 3 isolat jamur antagonis yang sama.
Pengamatan
secara mikroskopis menunjukkan bahwa dari 1 kelompok jamur antagonis ini kelompok 1 merupakan kelompok/ marga Trichoderma
spp. Yang dicirikan dengan adanya banyak percabangan konidiofor dan
konidium terbentuk secara bergerombol pada permukaan sel
konidiofornya
(Gambar 5). Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme ini adalah
hiperparasit yang dapat diamati dengan pertumbuhan miselium Trichoderma spp.
yang menutupi seluruh permukaan medium termasuk koloni Phytophthora
infestans. Pada hari keenam uji penghambatan jamur Trichoderma sp terhadap
pertumbuhan kapang patogen Phytophthora infestans secara in vitro mengalami
penghambatan yang paling kuat yang ditandai dengan penutupan koloni kapang Trichoderma
sp pada hari keenam umur pertumbuhan Phytophthora infestans (Gambar
6).
Gambar 5: Koloni dan
mikroskopi kapang antagonis isolat lokal Trichoderma sp pada medium PDA
Gambar 6: Penutupan koloni
kapang pathogen Phytophthora infestans oleh kapang antagonis Trichoderma
sp. Pada hari keenam uji antagonisme
Pada isolasi
jamur tanah dengan medium PDA ini selain marga Trichoderma spp., juga didapatkan
2 kelompok jamur antagonis yang lain yang berbeda sifat morfologi koloninya.
(Tabel 1). Isolat jamur antagonis kelompok 2 merupakan marga Aspergillus.
Hal ini dapat dilihat dari morfologi jamur yang khas yaitu adanya vesikel yang
berbentuk bulat hingga lonjong, fialid yang terbentuk di seluruh permukaan
vesikel dan konidium yang terbentuk secara berantai pada fialid. Koloni pada
medium PDA berwarna hitam yang permukaannya kasar (Gambar 7).
Gambar 7: Koloni dan
mikroskopi kapang antagonis isolat lokal Aspergillus sp pada medium PDA
Adapun kelompok
3 masih merupakan kelompok jamur yang belum teridentifikasi dengan ciri
morfologi yang sama dengan gambar 9. Pada pengamatan secara mikroskopis pada
jamur yang belum bisa teridentifikasi hanya dijumpai adanya hifa yang bersekat
dan tidak ditemukan adanya konidium atau organ-organ lain yang yang merupakan
ciri khas dari jamur.
Gambar 8: Uji antagonisme
koloni kapang patogen Phytophthora infestans oleh kapang antagonis Aspergillus
sp. Pada hari keenam pada medium PDA
Gambar 9: Uji antagonisme
koloni kapang patogen Phytophthora infestans oleh kapang antagonis yang
belum diketahui jenisnya.
Mekanisme
penghambatan yang terjadi kelompok jamur 2 dan 3 (Aspergillus dan jamur yang
belum bisa diidentifikasi) pada uji antagonisme ini adalah antibiosis. Hal ini
dapat diketahui dengan terbentuknya zone penghambatan di sekitar koloni jamur
antagonis (Gambar 8). Zona penghambatan ini hanya bersifat
sementara karena
jika waktu inkubasi diperpanjang maka koloni Phytophthora infestans mampu
tumbuh terus melewati zona penghambatan tersebut. Sedangkan pada kelompok 1 (Trichoderma
sp), mekanisme
penghambatannya
diduga adalah hiperparasit dimana koloni jamur antagonis tumbuh menutupi seluruh
permukaan medium termasuk koloni Phytophthora infestans. Gambar uji antagonism
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
KESIMPULAN
1. Kapang T.
lignorum dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati terhadap kapang S. rolfsii
penyebab busuk batang pada tanaman kacang tanah.
2. Konsentrasi
propagul T. lignorum yang paling efektif dalam penelitian ini untuk mengendalikan
S. rolfsii adalah 9,0 x 109 propagul/ml. Waktu pemberian propagul T. lignorum
yang paling efektif dalam penelitian ini adalah 0 hari sebelum bibit
tanaman kacang tanah ditanam.