Loading

Budidaya Ayam Buras

1. PENDAHULUAN

Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan pendapatan.

Dikarenakan dengan pemeliharaan sistem tradisional, produksi telur ayam buras sangat rendah, ± 60 butir/tahun/ekor. Berat badan pejantan tak lebih dari 1,9 kg dan betina ± 1,2 ~ 1,5 kg, maka perlu diintensifkan. Pemeliharaan yang intensif pada ayam buras, dapat meningkatkan produksi telur dan daging, dapat mencegah wabah penyakit dan memudahkan tata laksana.

Budidaya Ayam Ras Pedaging

1. SEJARAH SINGKAT

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.

2. SENTRA PERIKANAN

Ayam telah dikembangkan sangat pesat disetiap negara. Di Indonesia usaha ternak ayam pedaging juga sudah dijumpai hampir disetiap propinsi

3. JENIS

Dengan berbagai macam strain ayam ras pedaging yang telah beredar dipasaran, peternak tidak perlu risau dalam menentukan pilihannya. Sebab semua jenis strain yang telah beredar memiliki daya produktifitas relatif sama.Artinya seandainya terdapat perbedaan, perbedaannya tidak menyolok atau sangat kecil sekali. Dalam menentukan pilihan strain apa yang akan dipelihara, peternak dapat meminta daftar produktifitas atau prestasi bibit yang dijual di Poultry Shoup. Adapun jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707.

4. MANFAAT

Manfaat beternak ayam ras pedaging antara lain, meliputi:

1. penyediaan kebutuhan protein hewani
2. pengisi waktu luang dimasa pensiun
3. pendidikan dan latihan (diklat) keterampilan dikalangan remaja
4. tabungan di hari tua
5. mencukupi kebutuhan keluarga (profit motif)

5. PERSYARATAN LOKASI

1. Lokasi yang cukup jauh dari keramaian/perumahan penduduk.
2. Lokasi mudah terjangkau dari pusat-pusat pemasaran.
3. Lokasi terpilih bersifat menetap, artinya tidak mudah terganggu oleh keperluan-keperluan lain selain untuk usaha peternakan.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan)

1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Perkandangan
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi:
* persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C,
* kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada,
* tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam,
* untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray.
* Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama.
2. Peralatan
1. Litter (alas lantai)
Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walau angin kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari kulit padi/sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasi serutan kayu dengan panjang antara 3–5 cm untuk pengganti kulit padi/sekam.
2. Indukan atau brooder
Alat ini berbentuk bundar atau persegi empat dengan areal jangkauan 1-3 m dengan alat pemanas di tengah. Fungsinya seperti induk ayam yang menghangatkan anak ayamnya ketika baru menetas.
3. Tempat bertengger (bila perlu)
Tempat bertengger untuk tempat istirahat/tidur, dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur.
4. Tempat makan, minum dan tempat grit
Tempat makan dan minum harus tersedia cukup, bahannya dari bambu, almunium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat. Untuk tempat grit dengan kotak khusus
5. Alat-alat rutin
Alat-alat rutin termasuk alat kesehatan ayam seperti: suntikan, gunting operasi, pisau potong operasi kecil, dan lain-lain.
2. Pembibitan
Ternak yang dipelihara haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. ternak sehat dan tidak cacat pada fisiknya
2. pertumbuhan dan perkembangannya normal
3. ternak berasal dari pembibitan yang dikenal keunggulannya.
4. tidak ada lekatan tinja di duburnya
1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day OldChicken)/ayam umur sehari:
1. Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.
2. Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .
3. Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.
4. Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.
5. Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.
6. Tidak ada letakan tinja diduburnya.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Dilakukan setiap saat, bila ada gejala kelainan pada ternak supaya segera diberi perhatian secara khusus dan diberikan pengobatan sesuai petunjuk Dinas Peternakan setempat atau dokter hewan yang bertugas di daerah yang bersangkutan.
3. Pemeliharaan
1. Pemberian Pakan dan Minuman
1. Untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
1. Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:
* kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
* kuantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.
2. Kualitas dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:
* kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energi (ME) 2900-3400 Kcal.
* kuantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu:
o minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor,
o minggu ke-6 (umur 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor,
o minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan
o minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor.
Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
2. Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:
1. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.
2. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor, minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
2. Pemeliharaan Kandang
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.

7. HAMA DAN PENYAKIT

1. Penyakit
1. Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
Pengendalian:
1. menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering;
2. dengan Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.
2. Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)
Gejala: ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang spesifik adanya gejala “tortikolis”yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu dan lumpuh.
Pengendalian:
1. menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang;
2. pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
2. Hama
1. Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu karena gatal, nafsu makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian:
1. sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam yang sakit dengan yang sehat;
2. dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau pengasepan menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat atau Black leaf 40.

8. PANEN

1. Hasil Utama
Untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging ayam
2. Hasil Tambahan
Usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran kandang dan bulu ayam.

9. PASCAPANEN

1. Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang penampungan (Houlding Ground)
2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar kualitas daging bagus, tidak mudah tercemar dan mudah busuk.
3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4°C). Lama pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang
halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru.
4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Isi perut ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap
dimasak dalam kemasan terpisah.
5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki ayam/paha ditekukan dibawah dubur. Kemudian ayam didinginkan dan dikemas.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

1. Analisis Usaha Budidaya
Dasar perhitungan biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh dalam analisis ini, antara lain adalah:
1. jenis ayam yang dipelihara adalah jenis ayam ras pedaging (broiler) dari strain CP.707.
2. sistem pemeliharaan yang diterapkan dengan cara intensif pada kandang model postal
3. luas tanah yang digunakan yaitu 200 m 2 dengan nilai harga sewa tanah dalam 1 ha/tahun adalah Rp 1.000.000,-.
4. kandang terbuat dari kerangka bambu, lantai tanah, dinding terbuat dari bilah-bilah bambu denga alas dinding setinggi 30 cm, terbuat dari batu bata yang plester dan atap menggunakan genting.
5. ukuran kandang, yaitu tinggi bagian tepinya 2,5 m, lebar kandang 5 m dan lebar bagian tepi kandang 1,5 m.
6. lokasi peternakan dekat dengan sumber air dan listrik.
7. menggunakan alat pemanas (brooder) gasolec dengan bahan bakar gas.
8. penerangan dengan lampu listrik.
9. umur ayam yaitu dimulai dari bibit yang berumur 1 hari
10. litter/alas kandang menggunakan sekam padi.
11. jenis pakan yang diberikan adalah BR-1 untuk anak ayam umur 0-4 minggu dan BR-2 untuk umur 4-6 minggu.
12. tingkat kematian ayam diasumsikan 6%.
13. lama masa pemeliharaan yaitu 6 minggu (42 hari).
14. berat rata-rata per ekor ayam diasumsikan 1,75 kg berat hidup pada saat panen.
15. harga ayam per kg berat hidup, yaitu diasumsikan Rp 2500,-, walau kisaran harga sampai mencapai Rp 3000,- ditingkat peternak/petani.
16. ayam dijual pada umur 6 mingu atau 42 hari.
17. nilai pupuk kandang yaitu Rp 60.000,-.
18. bunga Bank yaitu 1,5%/bulan
19. nilai penyusutan kandang diperhitungkan dengan kekuatan masa pakai 6 tahun dan nilai penyusutan peralatan diperhitungkan dengan masa pakai 5
tahun.
20. perhitungan analisis biaya ini hanya diperhitungkan sebagai Pedoman dasar, karena nilai/harga sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan.
Adapun rincian biaya produksi dan modal usaha tani adalah sebagai berikut :
1. Biaya prasarana produksi
1. Sewa tanah 200 m 2 selama 2 bulan---------------Rp. 20.000,-
2. Kandang ukuran 20 x 5 m
* Bambu 180 batang @ Rp 1250,--------------Rp. 225.000,-
* Semen 4 zak @ Rp 7000,--------------------Rp. 28.000,-
* Kapur 30 zak @ Rp 6000,-------------------Rp. 18.000,-
* Genting 2600 bh @ Rp 90,-------------------Rp. 234.000,-
* Paku reng 5 kg @ Rp 2000,------------------Rp. 10.000,-
* Paku usuk 7000 kg @ Rp 1800, -------------Rp. 12.600,-
* Batu bata 1000 buah @ Rp 55,---------------Rp. 55.000,-
* Pasir 1 truk -----------------------------------Rp. 230.000,-
* Tali 28 meter @ Rp 5000, --------------------Rp. 14.000,-
* Tenaga kerja ----------------------------------Rp. 400.000,-
3. Peralatan
* Tempat pakan 28 bh @ Rp 5000, ------------ Rp. 140.000,-
* Tempat minum 32 bh @ Rp 3880, ------------ Rp. 124.000,-
* Sekop 1 bh ----------------------------------- Rp. 7.000,-
* Ember 2 bh @ Rp 2000, ---------------------- Rp. 4.000,-
* Tong bak air 1 bh ----------------------------- Rp. 15.000,-
* Ciduk 2 bh @ Rp 500, ------------------------ Rp. 1.000,-
* Tabung gas besar 1 bh ------------------------- Rp. 250.000,-
* Thermometer 1 bh ----------------------------- Rp. 2.000,-
* Regulator 1 bh --------------------------------- Rp. 52.500,-
* Brooder (gasolec) 1 bh ------------------------ Rp. 15.000,-
* Tali gantung tmp pakan 120 m @Rp 500,- ----- Rp. 60.000,-
Jumlah biaya prasarana produksi --------------- Rp. 2.052.000,-
2. Biaya sarana produksi
1. Bibit DOC 1000 bh @ Rp 900,- -------------------- Rp. 900.000,-
2. Pakan dan obat-obatan
* BR-1 31 zak (0-4 minggu) @Rp 36.000, ------- Rp. 1.116.000,-
* BR-2 34 zak (4-6 mingu) @ Rp 34.000, -------- Rp. 1.156.000,-
* obat-obatan @ Rp 150,-/ekor ------------------ Rp. 150.000,-
3. tenaga kerja pelihara 1,5 bln @ Rp 105.000,- -------- Rp. 157.500,-
4. Lain-lain ---------------------------------------------- Rp. 10.000,-
* sekam padi alas kandang 1 truk @Rp 60.000,- -- Rp. 60.000,-
* karung goni bekas 32 kantong @ Rp 300,- ------ Rp. 2.400,-
* pemakaian listrik selama 0-6 minggu ------------- Rp. 7.000,-
* pemakaian gas ----------------------------------- Rp. 35.000,-
Jumlah biaya produksi --------------------------- Rp. 3.583.900,-
3. Biaya produksi
1. Sewa tanah 200 m 2 selama 2 bulan ------------------ Rp. 20.000,-
2. Nilai susut prasarana produksi/2 bln
* kandang ----------------------------------------- Rp. 51.109,-
* Peralatan Rp 805.660,- : 30 --------------------- Rp. 26.856,-
3. Bibit DOC 1000 ekor --------------------------------- Rp. 900.000,-
4. Pakan dan obat-obatan -------------------------------- Rp. 2.422.000,-
5. Tenaga kerja ------------------------------------------- Rp. 157.500,-
6. lain-lain ------------------------------------------------ Rp. 104.400,-
7. Bunga modal 1,5% per bulan --------------------------- Rp. 84.543,-
8. Bulan modal 1,5 bulan --------------------------------- Rp. 126.815,-
Jumlah biaya produksi ---------------------------------- Rp. 3.808.680,-
4. Pendapatan
1. Total produksi 1000X94%X1,75 kg X Rp 2500,- ----- Rp. 4.112.500,-
2. Nilai Pupuk kandang ----------------------------------- Rp. 60.000,-
3. Jumlah pendapatan ------------------------------------- Rp. 4.172.500,-
4. Keuntungan -------------------------------------------- Rp. 363.820,-
5. Parameter kelayakan usaha
1. BEP Volume Produksi = 870 ekor
2. BEP Harga Produksi Rp. 3.316.000,-
3. B/C Ratio = 1,09
4. ROI = 6,45 %
5. Rasio keuntungan terhadap pendapatan = 8,71 %
6. Tingkat pengembalian modal = 2,6 th.
2. Gambaran Peluang Agribisnis
Prospek agribisnis peternakan untuk ternak ayam broiler cukup baik dimana permintaan pasar selalu meningkat, sejalan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi hewani. Produksi ternak ayam broiler saat ini berkembang dengan pesat dan peluang pasar yang bisa dihandalkan.

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Rasyaf, Dr.,Ir. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Penebar Swadaya (anggota IKAPI) Jakarta.
2. Cahyono, Bambang, Ir.1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Penerbit Pustaka Nusatama Yogyakarta.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


Baca Juga :

Ternak Kambing Etawa

Saat ini semakin banyak masyarakat Indonesia yang mulai senang dan tertarik dibidang peternakan, khususnya beternak kambing etawa. Karena memang pada dasarnya kambing jenis etawa ini memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh beberapa jenis kambing yang lain. Selain sebagai jenis kambing pedaging, kambing etawa juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi, baik itu dari segi kambing penghasil susu, maupun kambing etawa sebagai kambing seni atau kambing kontes.

Sebagaimana kita ketahui bersama, susu kambing memeiliki beberapa karakteristik khusus yang mampu mengobati beberapa macam jenis penyakit, seperti atsma, tbc, batuk-batuk, flek pada anak, bahkan kangker dan thalasemiapun mampu disembuhkan oleh susu kambing ini. Sehingga nantinya kalau kita ingin berbisnis di sektor ini pasti pasarnya akan bersifat dinamis.

Untuk itu kami, peternakan kambing etawa Bumiku Hijau, mengajak rekan-rekan semua baik peternak maupun calon peternak untuk mengikuti pelatihan beternak kambing etawa mulai dari a sampai z, mulai dari tata laksana perkandangan, perawatan, pemilihan bibit yang unggul, sampai ke pengolahan hasil produksi baik itu kotoran kambing, maupun susu kambing yang layak konsumsi maupun layak jual. Di sini nanti kita juga akan praktek secara langsung proses pembuatan susu bubuk, dimana kita ketahui susu bubuk adalah produk terakhir yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi.

Selain itu juga akan ada paket wisata (city tour) ke pasar kaligesing, dimana pasar ini merupakan sentra penyebaran kambing ke seluruh Indonesia. Harapannya nanti seluruh peserta akan dapat berinteraksi secara langsung baik itu dengan pedagang kambing maupun dengan peternak/petani yang sedang berada di lokasi pasar tersebut. Pada saat hari pasaran tiba, terdapat ribuan kambing etawa mulai dari grade A sampai grade C, dengan harga yang berfariasi.

Selain itu, nantinya peserta juga akan kita ajak berkeliling ke sentra-senta kandang kelompok yang tersebar di seluruh penjuru kaligesing, sehingga nantinya peserta juga akan semakin luas dan matang dalam beternak, karena kandang yang akan kita kunjungi adalah kandang milik mereka-mereka yang sudah sangat berhasil dalam hal beternak kambing etawa.

Budidaya Burung Walet

( Collacalia fuciphaga )
Seputar Budidaya Burung Walet ( Collacalia fuciphaga )


1. SEJARAH SINGKAT

Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial
dan
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan
ukuran
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit
dan
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung
ini tidak
pernah hinggap di pohon.

Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah
yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-
langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan
berbiak.


2. SENTRA PERIKANAN

Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa
Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah


3. JENIS

Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga


4. MANFAAT

Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari
air liurnya
(saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga
dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk
menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah
tenaga.


5. PERSYARATAN LOKASI

Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat.
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan
daging.
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau,
sungai,
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.


6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan

Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan
penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami
berkisar
antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.

Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk "L" yang berjaraknya 5
m satu
lubang, berdiameter 4 cm.
d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang
berbentuk corong
dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam
gedung akan
lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.

2) Bentuk dan Konstruksi Gedung

Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya
bervariasi
dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2. Makin tinggi wuwungan (bubungan)
dan
semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah
walet
dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh
pepohonan
tinggi.

Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian
luar dari
campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari
campuran
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat
baik untuk
mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau
semen
dapat disirami air setiap hari.

Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat
dari kayu-
kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan
rengat.
Atapnya terbuat dari genting.

Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat
berputar-
putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan
bersarang.
Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm2
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan
dan kondisi
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding
lubang
dicat hitam.

6.2. Pembibitan

Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja.
Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan
oleh
para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak
lagi,
pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara
burung
Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan
serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar
mau bersarang
di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar
masuk
dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari
wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam
16.00­18.00, yaitu
waktu burung kembali mencari makan.

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk
ditetaskan
pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung
walet
yang sedang melakukan "panen cara buang telur". Panen ini
dilaksanakan
setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur
walet
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang
dalam
panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.

a. Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur
0­5 hari.
- Putih kemerahan, berumur 6­10 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10­15
hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan
berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan
tidak boleh
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari
tempatnya.
Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak,
tidak
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan
dengan
peneropongan.

b. Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa
telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh,
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan
telur tua lebih rendah.

3) Penetasan Telur Walet

a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.

Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti
dengan telur
walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas
tisue
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat
menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur
dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari
makan.

Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung
sriti dan
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta
mencari makan.


b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas

Suhu mesin penetas sekitar 400 C dengan kelembaban 70%. Untuk
memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan
piring
atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan
agar air
didalam cawan tersebut tidak habis.

Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau
mendata dan
jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur
dibalik dengan
hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga
dilakukan
peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang
embrionya mati
dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian
tengah telur
terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang
embrionya
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan
telur dilakukan
sampai hari ke-12.

Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk
keperluan
pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah
13­15
hari telur akan menetas.

6.3. Pemeliharaan

1) Perawatan Ternak

Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat
lemah. Anak
walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur
semut
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2­3 hari anak walet
ini masih
memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak
perlu
dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh
diturunkan 1­2
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin.

Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak
walet
dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan
alat
pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak.

Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang
dibawa
ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk
pelepasan.
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak
waket akan
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang
walet
dewasa.

2) Sumber Pakan

Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri.
Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk
mendapatkan
sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus
menyediakan

makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk
mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.

3) Pemeliharaan Kandang

Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk
di
lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi
dimasukan dalam
karung dan disimpan di gedung.


7. HAMA DAN PENYAKIT

1) Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat
menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan
menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu
yang
akan digunakan untuk sarang tikus.

2) Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung
walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi
umpan
agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah
itu
semut disiram dengan air panas.

3) Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil
dan
tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida,
menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan
dibuang
agar tidak menjadi tempat persembunyian.

4) Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan
anak
burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan
dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar
dibuat licin
dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.


8. PANEN

Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya
sudah
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu
sarang walet
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal
bagi
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet
merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
para
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan.

Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet
dengan beberapa cara, yaitu:

1) Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur,
tetapi
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai
keuntungan
yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan
total
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini
tidak
baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan.
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang
sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot
menjadi
kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi
pemacuan
waktu untuk membuat sarang dan bertelur.

2) Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur
dua
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola
ini
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen
hingga
4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna
dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk
menetaskan telurnya.

3) Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas
dan
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena
sudah
mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya
adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman
sehingga polulasi burung dapat meningkat.

Adapun waktu panen adalah:

1) Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang
dihuni
dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama
dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen
selanjutnya dengan pola buang telur.

2) Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah
berjalan
dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai
yaitu,
panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola
rampasan
dan buang telur.

3) Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya
untuk
memperbanyak populasi burung walet.


9. PASCAPANEN

Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan
dan
penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari
kotoran-
kotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara
sarang
walet yang bersih dengan yang kotor.


10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1 Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun
1999:

1) Modal tetap
a. Gedung
Rp. 13.000.000,-
b. Renovasi gedung
Rp. 10.000.000,-
c. Perlengkapan
Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap
Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th)
Rp. 391.667,-

2) Modal Kerja
a. Biaya Pengadaan
- Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,-
Rp. 500.000,-
- Transportasi
Rp. 100.000,-
- Makan
Rp. 50.000,-
b. Biaya Kerja
- Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln
Rp. 15.000,-
- Panen
Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp.
685.000,-

3) Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
a. Modal tetap
Rp. 13.500.000,-
b. Modal kerja 1x Produksi
Rp. 685.000,-


Jumlah modal
Rp. 14.185.000,-

4) Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
a sarang burung walet menghasilkan 1 kg
b sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
c untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 4 kg
- sarang burung sriti 60 kg
d untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 20 kg
- sarang burung sriti 300 kg

5) Biaya produksi
a. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan
Rp. 391.667,-
b. Biaya tidak tetap
Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan
Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti)
Rp. 67.292,-

6) Penjualan
a. sarang burung walet 1 kg
Rp. 17.000.000,-
b. sarang burung sriti 15 kg
Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi
Rp. 20.000.000,-
Untuk 5 tahun
a. sarang burung walet 20 kg
Rp. 340.000.000,-
b. sarang burung sriti 300 kg
Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan
Rp. 400.000.000,-

7) Break Even Point
a. Pendapatan selama 5 Tahun
Rp. 400.000.000,-
b. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln
Rp. 64.600.000,-
c. Keuntungan selama 5 tahun
Rp. 335.400.000,-
d. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln
Rp. 5.590.000,-
e. BEP
232.919

8) Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)


10.2.Gambaran Peluang Agribisnis

Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi.
Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat
besar dan
masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang
banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang
walet yang
telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya
sarang
burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan
intensif.



11. DAFTAR PUSTAKA

1) Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an
Treeswift of the
World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
2) Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di
Jawa
dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
3) Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2.
Jakarta:
Penebar Swadaya, 1998.
4) Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4.
Jakarta: Penebar
Swadaya, 1994.
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Budidaya Kelapa Sawit

Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini dapat juga tumbuh di tempat berawa (swamps), di sepanjang bantaran sungai dan di tempat basah.

A. IKLIM
1. Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di tempat yang basah.
2. Didalam hutan hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh karena terlalu lembab dan tidak mendapat sinar matahari karena ternaungi kanopi tumbuhan yang lebih tinggi.

3. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit. Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari.
4. Angin tidak mempengaruhi pertumbuhan karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin.
5. Benih kelapa sawit mengalami dormansi (keadaan sementara tanaman) yang cukup panjang.
6. Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah.
7. Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35ºC.
8. Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000-3.000 mm/tahun.


B. MEDIA TANAM
1. Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur.
2. Tanah harus berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam, tidak berbatu.
3. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.
4. Tanah memiliki derajat keasaman (pH) antara 4-6.
5. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit antara 1-400 m dpl.
6. Topografi datar dan berombak sampai bergelombang.
7. Kelerengan ideal berkisar antara 0 sampai 25%.

Artikel Terpopuler