Loading

Budidaya Puyuh

(Coturnix-coturnix Japonica )
1. SEJARAH SINGKAT

Puuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuhrelatifkecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut jugaGemak (Bhs.Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut "Quail", merupakan bangsaburung(liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870.Dan terusdikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulaidikenal,dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan dikandang-kandang ternak yang ada di Indonesia.


2. SENTRA PERIKANAN

Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah


3. JENIS

Kelas : Aves (Bangsa Burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix-coturnix Japonica

4. MANFAAT

1) Telur dan dagingnya mempunyai nilai gizi dan rasa yang lezat
2) Bulunya sebagai bahan aneka kerajinan atau perabot rumah tangga lainnya
3) Kotorannya sebagai pupuk kandang ataupun kompos yang baik dapat
digunakan sebagai pupuk tanaman


5. PERSYARATAN LOKASI

1) Lokasi jauh dari keramaian dan pemukiman penduduk
2) Lokasi mempunyai strategi transportasi, terutama jalur sapronak dan jalur-
jalur pemasaran
3) Lokasi terpilih bebas dari wabah penyakit
4) Bukan merupakan daerah sering banjir
4) Merupakan daerah yang selalu mendapatkan sirkulasi udara yang baik.


6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

Dalam sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur
kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25 derajat C; kelembaban
kandang berkisar 30-80%; penerangan kandang pada siang hari cukup 25-
40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini berlaku untuk cuaca
mendung/musim hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar
matahari pagi dapat masuk kedalam kandang.

Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu
sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (batere). Ukuran kandang
untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh, selanjuntnya menjadi 60 ekor
untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2
sampai masa bertelur.

Adapun kandang yang biasa digunakan dalam budidaya burung puyuh
adalah:
a. Kandang untuk induk pembibitan
Kandang ini berpegaruh langsung terhadap produktifitas dan kemampuan
mneghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau ukuran kandang yang
akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang akan dipelihara.
Idealnya satu ekor puyuh dewasamembutuhkan luas kandang 200 m2.

b. Kandang untuk induk petelur
Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit. Kandang ini
mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan yang sama.
Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.

c. Kandang untuk anak puyuh/umur stater(kandang indukan)
Kandang ini merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter,
yaitu mulai umur satu hari sampai dengan dua sampai tiga minggu.
Kandang ini berfungsi untuk menjaga agar anak puyuh yang masih
memerlukan pemanasan itu tetap terlindung dan mendapat panas yang
sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi alat pemanas.
Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm, panjang
100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor
anak puyuh).

d. Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6
minggu)
Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk
petelur. Alas kandang biasanya berupa kawat ram.

2) Peralatan

Perlengkapan kandang berupa tempat makan, tempat minum, tempat
bertelur dan tempat obat-obatan.

6.2. Penyiapan Bibit

Yang perlu diperhatikan oleh peternak sebelum memulai usahanya, adalah
memahami 3 (tiga) unsur produksi usaha perternakan yaitu bibit/pembibitan,
pakan (ransum) dan pengelolaan usaha peternakan.

Pemilihan bibit burung puyuh disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan, ada 3
(tiga) macam tujuan pemeliharaan burung puyuh, yaitu:

a. Untuk produksi telur konsumsi, dipilih bibit puyuh jenis ketam betina yang
sehat atau bebas dari kerier penyakit.
b. Untuk produksi daging puyuh, dipilih bibit puyuh jantan dan puyuh petelur
afkiran.
c. Untuk pembibitan atau produksi telur tetas, dipilih bibit puyuh betina yang
baik produksi telurnya dan puyuh jantan yang sehat yang siap membuahi
puyuh betina agar dapat menjamin telur tetas yang baik.


6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh kebersihan
lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini
mungkin.

2) Pengontrolan Penyakit

Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda
yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan
sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas peternakan setempat atau
petunjuk dari Poultry Shoup.

3) Pemberian Pakan

Ransum (pakan) yang dapat diberikan untuk puyuh terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu: bentuk pallet, remah-remah dan tepung. Karena puyuh yang
suka usil memtuk temannya akan mempunyai kesibukan dengan mematuk-
matuk pakannya. Pemberian ransum puyuh anakan diberikan 2 (dua) kali
sehari pagi dan siang. Sedangkan puyuh remaja/dewasa diberikan ransum
hanya satu kali sehari yaitu di pagi hari. Untuk pemberian minum pada anak
puyuh pada bibitan terus-menerus.

4) Pemberian Vaksinasi dan Obat

Pada umur 4-7 hari puyuh di vaksinasi dengan dosis separo dari dosis untuk
ayam. Vaksin dapat diberikan melalui tetes mata (intra okuler) atau air
minum (peroral). Pemberian obat segera dilakukan apabila puyuh terlihat
gejala-gejala sakit dengan meminta bantuan petunjuk dari PPL setempat
ataupun dari toko peternakan (Poultry Shoup), yang ada di dekat Anda
beternak puyuh.



7. HAMA DAN PENYAKIT

1) Radang usus (Quail enteritis)
Penyebab: bakteri anerobik yang membentuk spora dan menyerang usus,
sehingga timbul pearadangan pada usus. Gejala: puyuh tampak lesu, mata
tertutup, bulu kelihatan kusam, kotoran berair dan mengandung asam urat.
Pengendalian: memperbaiki tata laksana pemeliharaan, serta memisashkan
burung puyuh yang sehat dari yang telah terinfeksi.


2) Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)
Gejala: puyuh sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu,
mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang
spesifik adanya gejala "tortikolis"yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu
dan lumpuh. Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan
peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang
mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu
masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta
melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.

3) Berak putih (Pullorum)
Penyebab: Kuman Salmonella pullorum dan merupakan penyakit menular.
Gejala: kotoran berwarna putih, nafsu makan hilang, sesak nafas, bulu-bulu
mengerut dan sayap lemah menggantung. Pengendalian: sama dengan
pengendalian penyakit tetelo.

4) Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi,
bulu kusam menggigil kedinginan. Pengendalian: (1) menjaga kebersihan
lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule
diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air
minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox

5) Cacar Unggas (Fowl Pox)
Penyebab: Poxvirus, menyerang bangsa unggas dari semua umur dan jenis
kelamin. Gejala: imbulnya keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu,
seperti pial, kaki, mulut dan farink yang apabila dilepaskan akan
mengeluarkan darah. Pengendalian: vaksin dipteria dan mengisolasi
kandang atau puyuh yang terinfksi.

6) Quail Bronchitis
Penyebab: Quail bronchitis virus (adenovirus) yang bersifat sangat menular.
Gejala: puyuh kelihatan lesu, bulu kusam, gemetar, sulit bernafas, batuk dan
bersi, mata dan hidung kadang-kadang mengeluarkan lendir serta
kadangkala kepala dan leher agak terpuntir. Pengendalian: pemberian
pakan yang bergizi dengan sanitasi yang memadai.

7) Aspergillosis
Penyebab: cendawan Aspergillus fumigatus. Gejala: Puyuh mengalami
gangguan pernafasan, mata terbentuk lapisan putih menyerupai keju,
mengantuk, nafsu makan berkurang. Pengendalian: memperbaiki sanitasi
kandang dan lingkungan sekitarnya.

8) Cacingan
Penyebab: sanitasi yang buruk. Gejala: puyuh tampak kurus, lesu dan
lemah. Pengendalian: menjaga kebersihan kandang dan pemberian pakan
yang terjaga kebersihannya.


8. PANEN

8.1. Hasil Utama

Pada usaha pemeliharaan puyuh petelur, yang menjadi hasil utamanya adalah
produksi telurnya yang dipanen setiap hari selama masa produksi berlangsung.

8.2. Hasil Tambahan

Sedangkan yang merupakan hasil tambahan antara lain berupa daging afkiran,
tinja dan bulu puyuh.


9. PASCAPANEN...


10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1.Analisis Usaha Budidaya

1) Investasi
a. kandang ukuran 9 x 0,6 x 1,9 m
(1 jalur + tempat makan dan minum) Rp. 2.320.000,-
b. kandang besar Rp. 1.450.000,-

2) Biaya pemeliharaan (untuk umur 0-2 bulan)
a. ay Old Quail (DOQ) x Rp 798 (Harga DOQ) Rp. 1.596.000,-
b. Obat (Vitamin + Vaksin) Rp. 145.000,-
c. Pakan (selama 60 hari) Rp. 2.981.200,-
Jumlah biaya produksi Rp. 4.722.200,-
Keadaan puyuh:
- Jumlah anak 2000 ekor (jantan dan betina)
- Resiko mati 5%, sisa 1900
- Resiko kelamin 15% jantan, 85% betina (285 jantan, 1615 betina)
- Setelah 2 bulan harga puyuh bibit Rp 3.625,- betina dan Rp 725 jantan
- Penjualan puyuh bibit umur 2 bulan Rp. 4.408.000,-
Minus Rp. -314.200,-

3) Biaya pemeliharaan (0-4 bulan)
- 200 DOQ x Rp 798,- Rp. 159.600,-
- Obat (vitamin dan Vaksinasi) Rp. 290.000,-
- Pakan (sampai dengan umur 3 minggu) Rp. 2.459.925,-
Pakan (s/d minggu ke 4) betina

1615 ekor dan 71 ekor jantan (25% jantan layak bibit) Rp. 5.264.051,-
Jumlah biaya produksi Rp. 8.173.576,-
Keadaan puyuh:
- Mulai umur 1,5 bulan puyuh bertelur setiap hari rata-rata 85%, jumlah telur
1373 butir
- Hasil telur 75 hari x 1373 x Rp 75,- Rp. 7.723.125,-
- Puyuh betina bibit 1615 ekor @ Rp 3.625,- Rp. 5.854.375,-
- Puyuh jantan bibit 75 ekor @ Rp 798,- Rp. 59.850,-
- Puyuh jantan afkiran 214 ekor @ Rp 725,- Rp. 155.150,-

4) Keuntungan dari hasil penjualan Rp. 5.618.924,-

5) Biaya pemeliharaan (sampai umur 8 bulan)
a. Biaya untuk umur 4-8 bulan Rp. 1.625.137,-

6) Pendapatan
a. Hasil telur (0,5 bulan) 195 x 1373 x Rp 75,- Rp. 20.080.125,-
b. Hasil puyuh afkir 1615 ekor @ Rp 798,- Rp. 1.288.770,-
c. Hasil jantan afkir 71 ekor @ Rp 725,- Rp. 51.475,-
d. Hasil jantan afkir (2 bln) 214 ekor @ Rp 725,- Rp. 155.150,-

7) Keuntungan beternak puyuh petelur dan afkiran jual Rp. 10.950.113,-

Jadi peternak lebih banyak menjumlah keuntungan bila beternak puyuh petelur,
baru kemudian puyuh afkirannya di jual daripada menjual puyuh bibit. Analisa
usaha dihitung berdasarkan harga-harga yang berlaku pada tahun 1999.

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis...


11. DAFTAR PUSTAKA

1) Beternak burung puyuh, 1981. Nugroho, Drh. Mayen 1 bk. Dosen umum
Ternak Unggas Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas
Udayana.
2) Puyuh, Tatalaksana Budidaya secara komersil, 1992. Elly Listyowati, Ir.
Kinanti Rospitasari, Penebar Swadaya, Jakarta.
3) Memelihara burung puyuh, 1985. Muhammad Rasyaf, Ir. Penerbit Kanisius
(Anggota KAPPI), Yogyakarta.
4) Beternak burung puyuh dan Pemeliharaan secara komersil, tahun 1985.
Wahyuning Dyah Evitadewi dkk. Penerbit Aneka Ilmu Semarang


12. KONTAK HUBUNGAN

1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan ­ BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id


Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Budidaya Kodok

1. SEJARAH SINGKAT

Budidaya kodok telah dilakukan di beberapa negara, baik negara beriklim panas maupun beriklim 4 musim. Tercatat negara-negara Eropa yang telah membudidayakan kodok antara lain : Prancis, Belanda, Belgia, Albania,
Rumania, Jerman Barat, Inggris, Denmark dan Yunani, Amerika Serikat dan Meksiko. Sedangkan di Asia, Cina, Bangladesh, Indonesia, Turki, India dan Hongkong yang telah membudidayakan kodok.

Sejarah kodok tidak diketahui asalnya, karena hampir ditemukan di manamana, karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Kodok yang banyak dibudidayakan di Indonesia (Rana catesbeiana ) berasal dari Taiwan, kendati kodok itu semula berasal dari Amerika Selatan.

2. SENTRA PETERNAKAN
Mulanya uji coba budidaya kodok dilakukan di Klaten (Balai bibit ikan), yang kemudian meluas ke Jawa tengah. Di Jawa Barat pembudidayaan kodok banyak ditemui di daerah pesisir Utara, disamping membudidayakan kodok masyarakat pesisir Utara juga menangkap dari alam. Kemudian di Sumatera Barat dan Bali juga merupakan sentra pembudidayaan kodok.
3. J E N I S

Kodok tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi tanpa ekor. Pada ordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies.

Terdapat 4 jenis kodok asli Indonesia yang di konsumsi oleh masyarakat kita yaitu:

1)

Rana Macrodon (kodok hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol coklat kehijauan dan tumbuh mencapai 15 cm.
2)

Rana Cancrivora (kodok sawah ), hidup di sawah-sawah dan badannya dapat mencapai 10 cm, badan berbercak coklat dibadannya.
3)

Rana Limnocharis (kodok rawa), mempunyai daging yang rasanya paling enak, ukurannya hanya 8 cm.
4)

Rana Musholini (kodok batu/raksasa). Hanya terdapat di Sumatera, terutama Sumatera Barat. mencapai berat 1.5 kg. Dan panjang mencapai 22 cm.
4. MANFAAT

Daging kodok adalah sumber protein hewani yang tinggi kandungan gizinya. Limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat dipakai untuk ransum binatang ternak, seperti itik dan ayam. Kulit kodok yang telah terlepas dari badannya bisa diproses menjadi kerupuk kulit kodok. Kepala kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam pembuahan buatan. Daging kodok dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
5. PERSYARATAN LOKASI

1)

Ketinggian lokasi yang ideal untuk budidaya kodok adalah 1600 dpl.
2)

Tanah tidak terlalu miring namun dan tidak terlalu datar, kemiringan ideal 1- 5%, artinya dalam jarak 100 m jarak kemiringan antara ujung-ujungnya 1-5 m.
3)

Air yang jernih atau sedikit tercampur lumpur tersedia sepanjang masa. Air yang jernih akan memperlancar proses penetasan telur.
4)

Kodok bisa hidup di air yang bersuhu 2–35 drajat C. Suhu saat penetasan telur ialah anata 24–27 derajat C, dengan kelembaban 60–65%.
5)

Air mengandung oksigen sekitar 5-6 ppm, atau minimum 3 ppm. Karbondioksida terlarut tidak lebih dari 25 ppm.
6)

Dekat dengan sumber air dan diusahakan air bisa masuk dan keluar dengan lancar dan bebas dari kekeringan dan kebanjiran.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1.
Penyiapan Sarana dan Peralatan
1)

Kolam
Dalam proses pembuatan kolam, tidak boleh hanya menggali atau menimbun saja melainkan harus menggabungkan keduanya sehingga akan mendapatkan bentuk dan konstruksi kolam yang ideal.

Untuk memasukkan air ke dalam kolam diperlukan saluran yang konstruksinya dibuat dari pasangan bata merah atau batako yang diperkuat dengan semen dan pasir. Bentuk dari saluran ini biasanya trapesium terbalik dan pada beberapa tempat pemasukan air ke kolam dibuat kobakan kecil untuk menjebak air agar mudah masuk kedalam kolam-kolam.

Kolam yang diperlukan antara lain: kolam perawatan kodok, kolam penampungan induk sebelum dikawinkan, kolam pemijahan, kolam penetasan, kolam perawatan kecebong, kolam pembesaran percil dan kolam pembesaran kodok remaja. Kebutuhan kolam ini masih ditambah dengan kolam pemeliharaan calon induk.

a.

Kolam Perawatan Kodok
Luasnya 15 meter persegi dengan ukuran 3 x 5 m, yang terdiri dari dinding tembok 0,40 m dan dinding kawat plastik setinggi 1 m, lantainya terbuat dari semen dan bata yang terdiri dari 2/3 bagian kolam terisi air setinggi 10-15 cm dan 1/3 bagian kering.
b.

Kolam Pemijahan.
Kolam dibuat dari semen dan diatasnya dinding kawat plastik. Kedalaman air di kolam ini sekitar 0,30–0,40 m dan ditengahnya dibuatkan daratan. Padat pemeliharaan 15 ekor setiap meter perseginya, dengan perbandingan tiga betina dan satu jantan. Supaya lebih nyaman, sebaiknya lantai daratan tengah tidak berlumpur, dan kolam ditanami enceng gondok. Sediakan makanan berupa ikan kecil, ketam dan bekicot Masa kawin ditandai dengan suara merdu. Tak lama kemudian, telur mereka mengambang di air kolam dan segera dipindahkan ke kolam penetasan.
c.

Kolam Penetasan
Kolam penetasan dibuat beberapa buah, dari tembok dengan air sedalam 30 cm dan air mengalir atau diberi aerasi yang luas. Luas kolam seluruhnya 10 m2 .
d.

Kolam Kecebong
Terdiri dari beberapa kolam yang masing-masing luasnya berkisar anta 5 m2–6 m2, dengan dasar lantai terbuat dari semen.
e.

Kolam Kodok Muda
Di kolam ini kodok yang dipelihara berumur kurang dari 2 bulan. Dibuat beberapa buah dengan masing-masing luasnya 15 m2, dengan dinding tembok dan kawat. Lantai miring dengan daerah air 1/3 bagian dengan kedalaman 15–35 Cm.
f.

Kolam Kodok Dewasa.
Pada kolam ini kodok sudah berusia antara 2–6 bulan. Kolam yang diperlukan terdiri dari 2, dengan masing masing luas kira–kira 20 m2 , dengan konstruksi dasar dan dinidng tembok dan kawat. Kedalaman air yang diperlukan antara 30–40 Cm.
2)

Mempersiapkan Kolam Produksi
Bila lantai dasar kolam terbuat dari tanah, dasar kolam diolah dan dicangkulcangkul dan ditebari pupuk sampai dianggap siap huni. Kolam dibiarkan dulu tidak terpakai selama sebulan. Selama itu kolam dimasukkan air, didiamkan dan dikeluarkan berulang-ulang. Persiapkan alat-alat untuk membuat hujan buatan, baik dari drum bekas maupun dengan menggunakan springkel karena untuk proses perkawinan kodok biasanya terjadi pada masa penghujan.

Sebaiknya kolam ditanami teratai, eceng gondok, genjer dan ganggang yang berfungsi untuk tempat biang kodok bercumbu rayu dan menempelkan telurnya serta meningkatkan kualitas air kolam dan mempertinggi kandungan oksigen.

6.2.
Pembibitan
Untuk pembudidayaan kodok yang banyak dicari adalah dari jenis kodok banteng Amerika (Bull frog), diamping rasanya enak juga beratnya bisa sampai 1,5 kg. Bisa juga jenis kodok batu dari Sumatera Barat yang sampai saat ini belum dibudidayakan secara optimal, karena masyarakat masih mengambilnya dari alam.

Adapun syarat ternak yang baik adalah bibit dipilih yang sehat dan matang kelamin. Sehat, tidak cacat, kaki tidak bengkok dan normal kedudukannya, serta gaya berenang seimbang. Pastikan kaki kodok tidak mengidap penyakit kaki merah ( red legs ).

1) Pemilihan Bibit Calon Induk

Pilihlah kodok yang sehat dan berukuran besar. Disamping itu perhatikan juga tanda-tanda kelamin sekundernya. Pisahkan induk berdasarkan jenis kelaminnya. Pemisahan dilakukan sekitar 1–2 hari dimaksudkan untuk lebih merangsang nafsu diantara mereka apabila saatnya mereka dipertemukan.

Untuk induk-induk yang hendak dikawinkan sebaiknya diberikan makanan cincangan daging bekicot yang masih segar dan makanan buatan lainnya.

2) Perawatan Bibit dan Calon Induk

Induk jantan dan betina berumur 4 bulan disuntik perangsang pertumbuhan Gonadotropin intramuskular dengan dosis 200-250 IU/ekor/bulan.
3)
Sistem Pemijahan

a.
Secara Alami
Induk jantan dan betina yang telah dipisah selama 1-2 hari disatukan di kolam pemijahan. Ikan liar dapat mengganggu hasil pemijahan. Perhatikan agar telur kodok tidak ikut terbuang air pembuangan. Di sore atau pagi hari pada saat suhu mulai menurun, barulah kita perlu membantu kelancaran proses pemijahan, yaitu dengan membuat hujan buatan.
b.
Sistem Hipofisasi
Cara mutakhir untuk memijahkan kodok adalah dengan cara sistem kawin suntik menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa untuk merangsang kodok agar kawin sesuai waktu yang kita inginkan. Dengan sistem ini kita bisa mengintensifkan pembenihan, mengurangi kematian, merawat telur-telur
kodok yang telah dibuahi dalam tempat tersendiri, memberi jaminan bahwa telur-telur akan terbuahi oleh sperma seluruhnya dan tidak memerlukan hujan buatan.
Penyuntikan pada tubuh betina lazimnya pada punggung, rongga perut dan bagian kepala. cara penyuntikan pada rongga perut banyak dipilih.
4) Reproduksi dan Perkawinan

Kodok yang hendak disuntik ditampung pada akuarium yang diberi sedikit air dan ditutup dengan kawat kasa untuk memudahkan penangkapan. kodokkodok tersebut telah cukup umur dan dalam keadaan matang telur. Saat penyuntikan kodok dibalut dengan kain hapa agar tidak meronta.

Kodok yang telah disuntik kemudian dilepas dalam akuarium lain dan dipantau setiap jam. Setelah 12 jam, kodok tadi disuntik kembali agar mereka mampu bertelur seluruhnya. Setelah yang betina 2 kali disuntik dan menunjukkan akan bertelur, maka kita mempersiapkan testis dari induk jantan. Sperma dikeluarkan dari testis dengan cara memotongnya dengan jarum kecil yang tajam dan dimasukkan ke cawan petri yang sudah diisi dengan air kolam yang bersih. Setelah air dalam cawan menjadi keruh dan testis sudah kosong, maka cairan testis dibiarkan selama 10 menit dalam

6.3.
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan pada setiap tahap pertumbuhan kodok, Pertumbuhan dan kesehatan kodok terrgantung pada makanan dan kecocokan tempat tinggalnya. Kodok diberi makan 1 kali sehari, air di kolam diganti dan dibersihkan seminggu sekali.
1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Telur yang sudah dibuahi, dipindahkan pada kolam penetasan. Kolam dibersihkan dari hama dan kotoran sebelum digunakan. Telur harus dipisahkan dari induknya sehingga telur tidak terganggu proses penetasannya dan tidak dimakan oleh induknya. Memindahkan telur jangan sampai pecah sarangnya atau lendirnya. Telur-telur akan menetas setelah 48–72 jam pada suhu air 24–27 derajat C. Bila sudah menetas dipelihara pada kolam yang sama selama 10 hari.
2) Perawatan Ternak

Kodok muda yang telah mengalami metamorphose ditempatkan pada kolam permanen. Pemasukan dan pengeluaran air harus diberi penyaring untuk menghindari hama dan mencegah kodok lepas ke peraiaran umum. Padat penebaran 50-100 ekor/m2. Bila kita memelihara jenis kodok banteng yang tidak suka makanan yang tidak bergerak, makanan harus diletakkan dibawah aliran air/pancuran. Setelah berumur 3 bulan, kodok diseleksi berdasarkan kaki belakang, kulit dan ukuran badannya. Jumlah yang di seleksi 20% dari total dan dipindahkan ke kolam calon induk, sedangkan sisanya tetap dipelihara sampai masa panen pada umur 4-5 bulan.

Kodok dewasa (matang gonada) untuk bibit unggul, baik jantan maupun betina di suntik dengan kelenjar hiphopisa kodok sebanyak 1 dosis. Penyuntikan dilakukan 1 bulan sekali (bila memakai sistem hiphopisa) dan padat tanam sebanyak 20-25 ekor/m2.

3) Pemberian Pakan

Terdapat berbagai macam makanan yang dapat diberikan untuk kodok di kolam pembesaran persil maupun di kolam pembesaran kodok remaja. Makanan percil sampai kodok dewasa berupa cincangan daging bekicot,cincangan daging ikan, ulat, belatung, serangga, mie, bakso dan berbagai benih ikan serta ketam-ketaman kecil dan lainnya.
Dapat juga diberikan makanan buatan, dengan meramu makanan buatan kita bisa menyusun sesuai dengan tingkat umur kodok, yang terkadang sulit dilakukan apabila kita memberinya makanan yang langsung didapat dari alam. Dengan demikian maka problem yang sering dialami seperti ukuran makanan lebih besar dari lebar bukaan mulut kodok tidak perlu terjadi lagi.
7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1.

Penyakit, Hama dan Penyebabnya
Penyakit kodok umumnya disebabkan oleh serangan jamur dan bakteri. Paha kaki berwarna merah, luka dan kulit melepuh adalah penyakit yang menyerang kodok yang berumur 1-2 bulan, menular dan menyerang sistem saraf, sehingga akan mati dalam beberapa jam.
7.2.

Pencegahan Serangan Penyakit dan Hama
Bakteri bisa menyerang kecebong, gejalanya ekor luka dan berwarna putih. Penanggulangannya dengan memisahkan kecebong yang terserang, kolam dibersihkan dengan PK, dosis 0,05 gram/ liter 15 hari sekali, jangan memberikan makanan yang kandungan proteinnya melebihi dosis 10–15% karena perut kodok akan menjadi kembung. Pengobatan dengan antibiotika streptomisin/tetrasiklin, obat luar dengan penggunaan betadine, atau direndam dalam NaCl 0,15 gram/liter air selama 30 menit, diulang sampai 4 kali.
7.3.

Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pengobatan kaki merah dan bisul pada kodok, dengan memandikan kodok dalam larutan Nifurene 50–100 gram/m2 air, atau dengan suntikan teramisin 25 mg/kg, atau streptomycin 20 mg/kg berat kodok. Penyakit dubur keluar diobati dengan cara pisahkan dan istirahatkan 2–3 hari dan tidak diberi makan. Penyakit lainnya adalah dubur keluar (ambaien) pada percil (kodok muda). Untuk mengatasinya, populasi tidak boleh terlalu padat dan kolam harus bersih dan pemberian kadar kalori dalam makanan tidak boleh melebihi dosis 3400 cl/kg makanan.
8. P A N E N

8.1.

Hasil Utama
Hasil utama yang dihasilkan adalah dagingnya
8.2.

Hasil Tambahan
Sedangkan hasil tambahan yang dapat diperoleh adalah dengan mengolah limbah hasil pemotongan untuk dijadikan silase; dengan penambahan propionat dan asam formiat dengan jalan digiling bersama sama maka makanan untuk ternak ini tahan hingga 2 bulan pada suhu sedang. Hasil sampingan lainnya adalah dengan dijadikan tepung, dimana kandungan mineral dan proteinnya masih cukup tinggi untuk dijadikan bahan tambahan pakan ternak. Kodok yang tidak dijual/afkir dapat diambil hiphofisanya untuk proses pemijahan berikutnya.
8.3.

Penangkapan
Sebelum disiangi, biasanya kodok-kodok tersebut ditempatkan pada penampungan. Tempat penampungan kodok bisa berupa kotak kayu atau bak semen yang drainasenya lancar.
9. PASCA PANEN

Proses penanganan pasca panen juga sangatlah mudah. Untuk menjaga agar kodok tetap hidup dan segar, maka kita bisa menggunakan karung goni atau tas kain yang dibasahi. Pengangkutan paling aman dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Apabila pengangkutan dilakukan untuk jarak jauh maka perlu dibuatkan kotak kayu yang didesain secara khusus, dan kapasitasnya disesuaikan dengan besarnya kotak kayu tersebut.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1.
Analisis Usaha Budidaya
Gambaran analisis ekonomi usaha budidaya kodok lembu (rana catesbeiana), untuk memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh dan untuk menghindari pos-pos yang tidak penting.

Adapun usaha pembenihan kodok skala kecil 200 M2 dengan anggapan sebagai berikut:

a.

Luas Tanah : 200 m2
b.

Luas Kolam : 125 m2
- kolam penyimpanan induk: 9 m2- kolam induk jantan: 3m2
- kolam induk betina: 3 m2
- kolam pemijahan/perkawinan: 9 m2
- kolam penetasan: 8 m2
- kolam kecebong: 21 m2
- kolam percil: 20 m2
- kolam kodok dewasa: 30 m2
- saluran air dan lainnya: 22 m2
c.

Jumlah Induk.
- induk betina: 6 ekor, jantan: 4 ekor
- induk yang dikawinkan: 3 betina 2 jantanr
- telur yang dihasilkan sebanyak + 30,000 butir/pemijahan.
d.

Lama pemeliharaan: 5 bulan
e.

Frekuensi pemijahan: 3 kali / setahun
f.

Jenis makanan yang diberikan : cacing, belatung, anak ikan, cincangan bekicot, tepung dengan kadar protein + 35 %.


Sedangkan perkiraan analisis usaha ekonomi budidaya kodok sebagai berikut:
1)

Modal investasi



a.

pembangunan kolam/kandang 125 m2

Rp. 2.500.000,-


b.

alat-alat dan induk

Rp. 500.000,-




2)

Modal kerja ( operasional )



a.

Biaya tetap
- penyusutan bangunan ( 8 % )

Rp. 200.000,-



- penyusutan peralatan ( 20 %)

Rp. 100.000,-



- bunga modal ( 18 %)

Rp. 540.000,-



- upah ( 1 orang setahun )

Rp. 360.000,-


b.

Biaya variabel
- pakan kodok 4.500 kg @ Rp. 250,-

Rp. 1.125.000,-



- pakan kecebong 200 kg 2 Rp. 400,-

Rp. 80.000,-



- perbaikan kandang ( 5% )

Rp. 150.000,-



- sewa tanah

Rp. 35.000,-



- administrasi dan pemasaran

Rp. 200.000,-



- lain-lain

Rp. 292.500,-


Jumlah modal yang dibutuhkan

Rp. 6.082.500,-




3)

Penjualan



a.

Produksi percil 45.000 ekor * @ Rp. 100

Rp. 4.500.000,-


b.

Produksi kodok niaga** 2 x 1.500 @ Rp. 300

Rp. 900.000,-


Jumlah pemasukan

Rp. 5.400.000,-




4)

Biaya Operasional



a.

Biaya tetap

Rp. 1.200.000,-


b.

Biaya variabel

Rp. 1.882.500,-


Jumlah biaya operasional

Rp. 3.082.500,-




5)

Pendapatan bersih sebelum pajak

Rp. 2.317.500,-

6) Pajak 15 % Rp. 347.625,-




7)

Pendapatan bersih

Rp. 1.969.875,-




8)

P V

= 0,61




9)

Break event point ( B.E.P )

Rp. 1.843.317,90




10)

BC

= 1,75






11)

Waktu pengembalian kredit ( PPC )

= 1.5 tahun
10.2.
Gambaran Peluang Agribisnis
Kodok merupakan komoditi ekspor nonmigas yang cukup potensial. Sejak tahun 1969 Indonesia telah mengeskpor paha kodok ke berbagai negar. Bahkan Indonesia sebagai negara pengekspor paha kodok terbesar ketiga setelah India dan Bangladesh. Kini semakin langkanya kodok di alam akibat pemburuan besar-besaran sehingga semakin berkurangnya persediaan akan daging kodok. Hal ini menuntut diadakannya budidaya kodok secara intensif untuk menghasilkan daging kodok yang masih menjadi budidaya ekspor yang dapat memberikan keuntungan.
11. DAFTAR PUSTAKA

1) Susanto, Heru, Budidaya Kodok Unggul, Penebar Swadaya, jakarta 1998,126 hal
2) Membudidayakan Katak Hijau di Pekarangan, Sinar Tani, 23 Juni 1993
3) Budidaya Kodok Lembu, Dinas Perikanan Propinsi DT I Jawa Barat,1990
4) Pengganggu Kodok Lembu, Tumbuh, Oktober 1992.
5) Triwibowo,R,drh, Teknik Pemijahan Ternak Kodok, Trubus, 10 oktober 1993.
6) Budidaya Kodok Unggul, Trubus, Oktober 1989.
7) Limbah Kodok Alternatif Tepung Ikan, Surabaya Post, 6 Juli 1993.
8) Tepung Kodok Pakan Ternak Berprotein Tinggi, Agrobis, 8 Nopember 1993
12. KONTAK HUBUNGAN
1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek,
Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia,
Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber :
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Budidaya Sapi Perah

1. SEJARAH SINGKAT

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

2. SENTRA PERIKANAN

Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).

3. JENIS

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

4. MANFAAT

Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5×2 m atau 2,5×2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5×1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

6.2. Pembibitan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:

1. produksi susu tinggi,
2. umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
3. berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
4. bentuk tubuhnya seperti baji,
5. matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
6. ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
7. tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
8. tiap tahun beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain:

1. berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
2. kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
3. jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
4. pertumbuhan ambing dan puting baik,
5. jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
6. sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. umur sekitar 4-5 tahun,
2. memiliki kesuburan tinggi,
3. daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
4. berasal dari induk dan pejantan yang baik,
5. besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
6. kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
7. muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
8. paha rata dan cukup terpisah,
9. dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
10. badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
11. sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.

Prosedur:

1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
3. Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

6.3. Pemeliharaan

1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
2. Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
3. Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. sistem penggembalaan (pasture fattening)
2. kereman (dry lot fattening)
3. kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
4. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

1. Penyakit antraks
* Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
* Gejala:
1. demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
2. gangguan pernafasan;
3. pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
4. kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
5. kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
6. limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
* Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
* Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
* Gejala:
1. rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
2. demam atau panas, suhu badan menurun drastis;
3. nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
4. air liur keluar berlebihan.
* Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
* Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
* Gejala:
1. kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
2. leher, anus, dan vulva membengkak;
3. paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
4. demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
* Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
* Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
* Gejala:
1. mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
2. kulit kuku mengelupas;
3. tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
4. sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pencegahan Serangan

Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

8. PANEN

8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.

8.2. Hasil Tambahan

Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

9. PASCAPANEN : …

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5-4% dari bahan kering

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan rata-rata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-instansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

budidaya Jangkrik

Sembari menanti hujan kembali turun, petani bisa memanfaatkan waktu luang musim kemaraunya untuk membudidayakan jangkrik. Budi daya jangkrik yang dikembangkan Asosiasi Jangkrik Indonesia atau Astrik Indonesia bekerja sama dengan IPB mudah dan sederhana. Modal awalnya Rp 1,4 juta untuk membuat kandang dan telur jangkrik. Dalam waktu 35 hari jangkrik sudah bisa dipanen dan memberikan keuntungan Rp 900.000.

Jenis jangkrik yang dibudidayakan adalah jangkrik kalung. Jangkrik kalung mengandung protein, asam amino (sistein untuk antioksidan), asam lemak (omega 3 dan omega 6), hormon (progesteron, estrogen, testosteron) dan kolagen dibanding jenis lainnya. Karenanya, jangkrik kalung banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi, obat, kosmetik, atau pakan burung dan bahkan makanan manusia.

Berikut ini langkah-langkah budi daya jangrik yang dikembangkan Astrik Indonesia dan IPB.

Membuat kandang

1. Kandang terbuat dari kayu tripleks atau kardus bekas berukuran 100cm x 60cm x 30cm bisa menampung 4.000 ekor jangkrik. Dan kotak ini bisa digunakan 4-5 kali. Atap kandang dilapisi koran atau daun kelapa/daun pisang/daun jati/daun tebu/serabut kelapa.

2. Bahan yang dibutuhkan:

-lakban licin coklat 4 buah

-lem kertas putih 4 buah

-serbuk gergaji 2 plastik

-lis kayu/bambu 40+40

3. Pendukung pertumbuhan atau rumah jangkrik adalah tempat merambat dan nangkring jangkrik berupa empat lengkungan baik besar dan delapan lenkungan kecil yang dibentuk seperti kerangka besi sebuah payung.



Penetasan telur

1. Telur jangkrik dimasukkan ke dalam kain lembab. Telur akan menetas 2-3 hari kemudian. Setiap 400 gram telur akan menghasilkan 80 kg jangkrik umur 35 hari (1 kg jangkrik kurang lebih 1.000 ekor).

2. Bahan yang dibutuhkan:

-Kain tetas 2 buah/dus atau per kandang

-Nampan 2 buah/dus atau per kandang

-Pasir

-Sprayer

-Kertas koran bekas

-Paket telur jangkrik yang berisi telur 400 gram/paket

3. Cara menetaskan:

-Taruh 20 gram telur (1-2 sendok/dus atau per kandang)

-Telur diangin-anginkan terlebih dahulu sekitar 1/2 jam

-Cuci pasir dengan air panas dan letakkan di atas nampan

-Nampan diisi pasir (lembab)

-Siapkan kain tetas dan lembabkan dengan percikan air

-Taruh kain tetas di atas nampan

-Taburkan telur merata di kain tetas

-Tutup telur dengan melipat kain tetas

-Tutup kain tetas dengan kertas koran lembab

-Jaga kelembaban kain tetas (disemprot tiap hari)

Pemeliharaan dan pembesaran

1. Pada proses pembesaran, jangkrik diberi pakan yang cukup baik yaitu pakan pelet buatan Astrik dan sayuran (wortel, gambas, daun katuk, daun pepaya, sawi, dan lainnya).

2. Pemberian sayuran mengikuti ketentuan berikut masa pertumbuhan hari ke-1 sampai ke-10 sebanyak 2 kali/hari, hari ke-11 sampai ke-30 (1 kali/2 hari) dan masa pertumbuhan lebih dari 30 hari tidak diberi pakan sayur.

3. Tahapan pemberian pakan sayuran:

-Cuci dan tiriskan sayuran

-Iris tipis sayuran yang sudah tiris

-Angin-anginkan sekitar lima menit

-Pakai alas lebih baik ketika menganginkan

-Buang sisa sayuran yang tidak dimakan sebelum diganti sebaiknya sore hari

4. Sedangkan untuk minuman diberikan dalam pasir basah

Bahan pakan dan minum

1. Pakan

-Dibutuhkan 6 kg pakan per dus/kandang sampai panen

-Berikan sesuai kebutuhan

-Pakan hendaknya habis tiap hari

-Pemberian pakan dua kali sehari

-Pakan diletakkan di tengah kotak

-Pakai alas lebih baik

-Di atap rumah jangkrik (semprot terlebih dahulu)

-Pakan buatan Astrik diletakkan tipis merata (tidak menggunung)

2. Minum

Masa Pertumbuhan 1-10 hari minuman diberikan di:

-Spon/busa dibasahi dalam wadah/nampan beralas pasir atau kain di tengah kotak

-Semprot atap rumah jangkrik

-Kontrol pakan dua kali sehari

Masa Pertumbuhan lebih dari 10 hari minuman diberikan di:

-Nampan penetasan yang diisi kerikil dan air

-Tambah air kalau kurang

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam budi daya jangkrik kalung:

1. Jangkrik tumbuh kerdil karena bibitnya buruk atau suhu kandang lebih dari 30 derajat C

2. Kanibalisme atau saling memakan antarjangkrik disebabkan kurang makanan/sayur, kurang minum, atau kurang rumah/persembunyian

3. Jangkrik mencret diakibatkan makanan tak teratur dan suhu yang kurang baik.

4. Hati-hati terhadap perangkap yang menyebabkan jangkrik meloloskan diri dan tidak nyaman seperti lakban terbuka, ada lubang lakban, air tergenang, lubang pinggir dinding, dan lubang kecil untuk kabur

5. Penting membersihkan kandang sebelum digunakan

kembali dengan kuas/sikat gigi bekas, semprot dengan larutan sirih atau desinfektan, lalu jemur di sinar matahari langsung selama dua hari

Tahap panen dan pemasaran

Jangkrik bisa dipanen pada umur 35 hari yaitu ketika sudah bersayap. Panenan jangkrik (yang sehat, tidak ada luka atau anggota badan lepas) bisa diantar sendiri ke Bagian Pemasaran Astrik Indonesia. Di Bogor bisa diantar ke Padepokan Jangkrik Gedung AP4, Kampus IPB Darmaga. No telpon yang bisa dihubungi 021-381215, 085217306479, 0811119407, 0811117836.

Tinjauan ekonomi

Dengan modal awal Rp 1,4 juta, petani bisa memulai usaha beternak jangkrik. Modal awal tersebut digunakan untuk kandang, telur, pakan, dan biaya persiapan lainnya (Belum termasuk biaya pengangkutan dan pendampingan):

-Kotak (20 buah) Rp 200.000

-Telur 400 gr Rp 240.000

-Pakan 120 kg Rp 900.000

-Beban oven Rp 50.000

-Biaya administrasi Rp 10.000

-Total Rp 1.400.000

Penghitungan keuntungan per 80 kg jangkrik hasil panenan yang dijual Rp 30.000 per kilogram:

-Penjualan 80 kg jangkrik Rp 2.400.000

-Modal Rp 1.400.000

-Biaya pengangkutan satu paket Rp 100.000

-Keuntungan Rp 900.000

Budidaya Ayam Broiler

1. SEJARAH SINGKAT

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.



2. SENTRA PETERNAKAN

Ayam telah dikembangkan sangat pesat disetiap negara. Di Indonesia usaha ternak ayam pedaging juga sudah dijumpai hampir disetiap propinsi



3. J E N I S

Dengan berbagai macam strain ayam ras pedaging yang telah beredar dipasaran, peternak tidak perlu risau dalam menentukan pilihannya. Sebab
semua jenis strain yang telah beredar memiliki daya produktifitas relatif sama.
Artinya seandainya terdapat perbedaan, perbedaannya tidak menyolok atau sangat kecil sekali. Dalam menentukan pilihan strain apa yang akan dipelihara, peternak dapat meminta daftar produktifitas atau prestasi bibit yang dijual di Poultry Shoup. Adapun jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707.



4. MANFAAT

Manfaat beternak ayam ras pedaging antara lain, meliputi:

1) penyediaan kebutuhan protein hewani

2) pengisi waktu luang dimasa pensiun

3) pendidikan dan latihan (diklat) keterampilan dikalangan remaja

4) tabungan di hari tua

5) mencukupi kebutuhan keluarga (profit motif)


5. PERSYARATAN LOKASI

1) Lokasi yang cukup jauh dari keramaian/perumahan penduduk.

2) Lokasi mudah terjangkau dari pusat-pusat pemasaran.

3) Lokasi terpilih bersifat menetap, artinya tidak mudah terganggu oleh keperluan-keperluan lain selain untuk usaha peternakan.



6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan)

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1. Perkandangan
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama.
2. Peralatan

a. Litter (alas lantai)
Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walau angin kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari kulit padi/sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasi serutan kayu dengan panjang antara 3–5 cm untuk pengganti kulit padi/sekam.

b. Indukan atau brooder
Alat ini berbentuk bundar atau persegi empat dengan areal jangkauan 1-3 m dengan alat pemanas di tengah. Fungsinya seperti induk ayam yang menghangatkan anak ayamnya ketika baru menetas.

c. Tempat bertengger (bila perlu)
Tempat bertengger untuk tempat istirahat/tidur, dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur.

d. Tempat makan, minum dan tempat grit
Tempat makan dan minum harus tersedia cukup, bahannya dari bambu, almunium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat. Untuk tempat grit dengan kotak khusus

e. Alat-alat rutin
Alat-alat rutin termasuk alat kesehatan ayam seperti: suntikan, gunting operasi, pisau potong operasi kecil, dan lain-lain.

1.



6.2. Pembibitan
Ternak yang dipelihara haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) ternak sehat dan tidak cacat pada fisiknya
b) pertumbuhan dan perkembangannya normal
c) ternak berasal dari pembibitan yang dikenal keunggulannya.
d) tidak ada lekatan tinja di duburnya.

1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken)/ayam umur sehari:

a. Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.

b. Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .

c. Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.

d. Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.

e. Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.

f. Tidak ada letakan tinja diduburnya.

1.

3. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Dilakukan setiap saat, bila ada gejala kelainan pada ternak supaya segera diberi perhatian secara khusus dan diberikan pengobatan sesuai petunjuk Dinas Peternakan setempat atau dokter hewan yang bertugas di daerah yang bersangkutan.



6.3. Pemeliharaan

1. Pemberian Pakan dan Minuman
Untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).

a. Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:

- kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.

- kuantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor.
Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.



b. Kualitas dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:

- kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energi (ME) 2900-3400 Kcal.

- kuantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.



1. Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:

a. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah
sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.

b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor, minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.

1.

4. Pemeliharaan Kandang
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.



7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

1. Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.

2. Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)
Gejala: ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang spesifik adanya gejala “tortikolis”yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu dan lumpuh.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.



7.2. Hama

1. Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu karena gatal, nafsu makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian: (1) sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam yang sakit dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau pengasepan menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat atau Black leaf 40.



8. P A N E N

8.1. Hasil Utama
Untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging ayam



8.2. Hasil Tambahan
Usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran kandang dan bulu ayam.



9. PASCA PANEN

9.1. Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang penampungan (Houlding Ground)

9.2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar kualitas daging bagus, tidak mudah tercemar dan mudah busuk.

9.3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4 derajat C). Lama pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru.

9.4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Isi perut ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap dimasak dalam kemasan terpisah.

9.5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki ayam/paha ditekukan dibawah dubur. Kemudian ayam didinginkan dan dikemas.



10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya
Dasar perhitungan biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh dalam analisis ini, antara lain adalah:

a. jenis ayam yang dipelihara adalah jenis ayam ras pedaging (broiler) dari strain CP.707.

b. sistem pemeliharaan yang diterapkan dengan cara intensif pada kandang model postal

c. luas tanah yang digunakan yaitu 200 m2 dengan nilai harga sewa tanah dalam 1 ha/tahun adalah Rp 1.000.000,-.

d. kandang terbuat dari kerangka bambu, lantai tanah, dinding terbuat dari bilah-bilah bambu denga alas dinding setinggi 30 cm, terbuat dari batu bata yang plester dan atap menggunakan genting.

e. ukuran kandang, yaitu tinggi bagian tepinya 2,5 m, lebar kandang 5 m dan lebar bagian tepi kandang 1,5 m.

f. lokasi peternakan dekat dengan sumber air dan listrik.

g. menggunakan alat pemanas (brooder) gasolec dengan bahan bakar gas.

h. penerangan dengan lampu listrik.

i. umur ayam yaitu dimulai dari bibit yang berumur 1 hari

j. litter/alas kandang menggunakan sekam padi.

k. jenis pakan yang diberikan adalah BR-1 untuk anak ayam umur 0-4 minggu dan BR-2 untuk umur 4-6 minggu.

l. tingkat kematian ayam diasumsikan 6%.

m. lama masa pemeliharaan yaitu 6 minggu (42 hari).

n. berat rata-rata per ekor ayam diasumsikan 1,75 kg berat hidup pada saat panen.

o. harga ayam per kg berat hidup, yaitu diasumsikan Rp 2500,-, walau kisaran harga sampai mencapai Rp 3000,- ditingkat peternak/petani.

p. ayam dijual pada umur 6 mingu atau 42 hari.

q. nilai pupuk kandang yaitu Rp 60.000,-.

r. bunga Bank yaitu 1,5%/bulan

s. nilai penyusutan kandang diperhitungkan dengan kekuatan masa pakai 6 tahun dan nilai penyusutan peralatan diperhitungkan dengan masa pakai 5 tahun.

t. perhitungan analisis biaya ini hanya diperhitungkan sebagai Pedoman dasar, karena nilai/harga sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan.

Adapun rincian biaya produksi dan modal usaha tani adalah sebagai berikut :
1) Biaya prasarana produksi

a. Sewa tanah 200 m2 selama 2 bulan Rp. 20.000,-

b. Kandang ukuran 20 x 5 m
- Bambu 180 batang @ Rp 1250,
- Semen 4 zak @ Rp 7000,
- Kapur 30 zak @ Rp 6000,
- Genting 2600 bh @ Rp 90,
- Paku reng 5 kg @ Rp 2000,
- Paku usuk 7000 kg @ Rp 1800,
- Batu bata 1000 buah @ Rp 55,
- Pasir 1 truk
- Tali 28 meter @ Rp 5000,
- Tenaga kerja
Rp. 225.000,-
Rp. 28.000,-
Rp. 18.000,-
Rp. 234.000,-
Rp. 10.000,-
Rp. 12.600,-
Rp. 55.000,-
Rp. 230.000,-
Rp. 14.000,-
Rp. 400.000,-

c. Peralatan
- Tempat pakan 28 bh @ Rp 5000,
- Tempat minum 32 bh @ Rp 3880,
- Sekop 1 bh
- Ember 2 bh @ Rp 2000,
- Tong bak air 1 bh
- Ciduk 2 bh @ Rp 500,
- Tabung gas besar 1 bh
- Thermometer 1 bh
- Regulator 1 bh
- Brooder (gasolec) 1 bh
- Tali gantung tmp pakan 120 m @Rp 500,-
Rp. 140.000,-
Rp. 124.000,-
Rp. 7.000,-
Rp. 4.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 1.000,-
Rp. 250.000,-
Rp. 2.000,-
Rp. 52.500,-
Rp. 15.000,-
Rp. 60.000,-

Jumlah biaya prasarana produksi Rp. 2.052.000,-

2) Biaya sarana produksi

a. Bibit DOC 1000 bh @ Rp 900,- Rp. 900.000,-

b. Pakan dan obat-obatan
- BR-1 31 zak (0-4 minggu) @Rp 36.000,
- BR-2 34 zak (4-6 mingu) @ Rp 34.000,
- obat-obatan @ Rp 150,-/ekor
Rp. 1.116.000,-
Rp. 1.156.000,-
Rp. 150.000,-

c. tenaga kerja pelihara 1,5 bln @ Rp 105.000,- Rp. 157.500,-

d. Lain-lain
- sekam padi alas kandang 1 truk @Rp 60.000,-
- karung goni bekas 32 kantong @ Rp 300,-
- pemakaian listrik selama 0-6 minggu
- pemakaian gas Rp. 10.000,-
Rp. 60.000,-
Rp. 2.400,-
Rp. 7.000,-
Rp. 35.000,-

Jumlah biaya prasarana produksi Rp. 3.583.900,-

3) Biaya produksi

a. Sewa tanah 200 m2 selama 2 bulan Rp. 20.000,-

b. Nilai susut prasarana produksi/2 bln
- kandang
- Peralatan Rp 805.660,- : 30
Rp. 51.109,-
Rp. 26.856,-

c. Bibit DOC 1000 ekor Rp. 900.000,-

d. Pakan dan obat-obatan Rp. 2.422.000,-

e. Tenaga kerja Rp. 157.500,-

f. lain-lain Rp. 104.400,-

g. Bunga modal 1,5% per bulan Rp. 84.543,-

h. Bulan modal 1,5 bulan Rp. 126.815,-

Jumlah biaya prasarana produksi Rp. 3.808.680,-

4) Pendapatan

a. Total produksi 1000X94%X1,75 kg X Rp 2500,- Rp. 4.112.500,-

b. Nilai Pupuk kandang Rp. 60.000,-

c. Jumlah pendapatan Rp. 4.172.500,-

d. Keuntungan Rp. 363.820,-

5) Parameter kelayakan usaha

a. BEP Volume Produksi = 870 ekor

b. BEP Harga Produksi Rp. 3.316.000,-

c. B/C Ratio = 1,09

d. ROI = 6,45 %

e. Rasio keuntungan terhadap pendapatan = 8,71 %

f. Tingkat pengembalian modal = 2,6 th.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Prospek agribisnis peternakan untuk ternak ayam broiler cukup baik dimana permintaan pasar selalu meningkat, sejalan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi hewani. Produksi ternak ayam broiler saat ini berkembang dengan pesat dan peluang pasar yang bisa dihandalkan
Sumber:tmtnews.wordpress.com


Baca Juga :

Budidaya ternak ayam petelur

Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe:
1) Tipe Ayam Petelur Ringan.
Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini
mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar.
Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari
galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan
komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan
(petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per
tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus
untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada
kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan
ini sensitif terhadapa cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget
dan bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila
kepanasan.
2) Tipe Ayam Petelur Medium.
Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di
antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini
disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga
tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan
daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna.
Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur
cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran
orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau
dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang
putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah
harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal
ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksinya
telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam
petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa
yang enak.

PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi yang jauh dari keramaian/perumahan penduduk.
2) Lokasi mudah dijangkau dari pusat-pusat pemasaran.
3) Lokasi terpilih bersifat menetap, tidak berpindah-pindah.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Kandang
Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2–35 derajat C, kelembaban berkisar antara
60–70%, penerangan dan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan
yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak
melawan arah mata angin kencang serta sirkulasi udara yang baik, jangan
membuat kandang dengan permukaan lahan yang berbukit karena
menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran air permukaan bila
turun hujan, sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar
hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang.
Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang
penting kuat, bersih dan tahan lama. Selanjutnya perlengkapan kandang
hendaknya disediakan selengkap mungkin seperti tempat pakan, tempat
minum, tempat air, tempat ransum, tempat obat-obatan dan sistem alat
penerangan.
Bentuk-bentuk kandang berdasarkan sistemnya dibagi menjadi dua: a)
Sistem kandang koloni, satu kandang untuk banyak ayam yang terdiri dari
ribuan ekor ayam petelur; b) Sistem kandang individual, kandang ini lebih
dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari kandang ini adalah pengaruh individu
di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena satu kotak kandang
untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam
peternakan ayam petelur komersial.
Jenis kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1)
kandang dengan lantai liter, kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi
kulit padi, pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya diterapkan pada
kandang sistem koloni; 2) kandang dengan lantai kolong berlubang, lantai
untuk sistem ini terdiri dari bantu atau kayu kaso dengan lubang-lubang
diantaranya, yang nantinya untuk membuang tinja ayam dan langsung ke
tempat penampungan; 3) kandang dengan lantai campuran liter dengan
kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas
liter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan
dan 30% di kiri).

Penyiapan Bibit
Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai
berikut, antara lain:
a) Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya.
b) Pertumbuhan dan perkembangan normal.
c) Ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya.
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken)
/ayam umur sehari:
a) Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.
b) Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .
c) Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.
d) Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.
e) Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.
f) Tidak ada letakan tinja diduburnya.
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Penyiapan bibit ayam petelur yang berkreteria baik dalam hal ini tergantung
sebagai berikut:

a. Konversi Ransum.
Konversi ransum merupakan perabandingan antara ransum yang
dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering
disebut dengan ransum per kilogram telur. Ayam yang baik akan makan
sejumlah ransum dan menghasilkan telur yang lebih banyak/lebih besar
daripada sejumlah ransum yang dimakannya. Bila ayam itu makan terlalu
banyak dan bertelur sedikit maka hal ini merupakan cermin buruk bagi
ayam itu. Bila bibit ayam mempunyai konversi yang kecil maka bibit itu
dapat dipilih, nilai konversi ini dikemukakan berikut ini pada berbagai bibit
ayam dan juga dapat diketahui dari lembaran daging yang sering
dibagikan pembibit kepada peternak dalam setiap promosi penjualan bibit
ayamnya.
b. Produksi Telur.
Produksi telur sudah tentu menjadi perhatian. Dipilih bibit yang dapat
memproduksi telur banyak. Tetapi konversi ransum tetap utama sebab
ayam yang produksi telurnya tinggi tetapi makannya banyak juga tidak
menguntungkan.
c. Prestasi bibit dilapangan/dipeternakan.
Apabila kedua hal diatas telah baik maka kemampuan ayam untuk
bertelur hanya dalam sebatas kemampuan bibit itu. Contoh prestasi
beberapa jenis bibit ayam petelur dapat dilihat pada data di bawah ini.
- Babcock B-300 v: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)
270, ransum 1,82 kg/dosin telur.
- Dekalb Xl-Link: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)
255-280, ransum 1,8-2,0 kg/dosin telur.
- Hisex white: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 288,
ransum 1,89 gram/dosin telur.
- H & W nick: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 272,
ransum 1,7-1,9 kg/dosin telur.
- Hubbarb leghorn: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen
house)260, ransum 1,8-1,86 kg/dosin telur.
- Ross white: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house) 275,
ransum 1,9 kg/dosin telur.
- Shaver S 288: berbulu putih, type ringan, produksi telur(hen house)280,
ransum 1,7-1,9 kg/dosin telur.
- Babcock B 380: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen
house) 260-275, ransum 1,9 kg/dosin telur.
- Hisex brown: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen
house)272, ransum 1,98 kg/dosin telur.
- Hubbarb golden cornet: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi
telur(hen house) 260, ransum 1,24-1,3 kg/dosin telur.
- Ross Brown: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen house)
270, ransum 2,0 kg/dosin telur.
- Shaver star cross 579: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi
telur(hen house) 265, ransum 2,0-2,08 kg/dosin telur.

- Warren sex sal link: berbulu cokelat, type Dwiguna, produksi telur(hen
house) 280, ransum 2,04 kg/dosin telur.
6.3. Pemeliharaan
1) Sanitasi dan Tindakan Preventif
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan
usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga
yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada
ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry
shoup.
2) Pemberian Pakan
Untuk pemberian pakan ayam petelur ada 2 (dua) fase yaitu fase starter
(umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
a. Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:
- Kwalitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%,
lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%,
ME 2800-3500 Kcal.
- Kwantitas pakan terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu
minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor; minggu kedua
(umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor; minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66
gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor.
Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4
minggu sebesar 1.520 gram.
b. Kwalitas dan kwantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:
- Kwalitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%;
lemak 2,5%; serat kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%; Phospor (P) 0,7-0,9%
dan energi (ME) 2900-3400 Kcal.
- Kwantitas pakan terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur
yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor; minggu ke-6
(umut 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor; minggu ke-7 (umur 44-50 hari)
146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161
gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari
adalah 3.829 gram.
Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam, dalam hal ini
dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:
a. Fase starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi lagi pada
masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100
ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor; minggu ke-3 (15-21
hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor.

Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah
sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama
hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air
minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.
b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing
minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-6
(37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor; minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7
liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi
total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
Sumber:ebookkeluarga


Baca Juga :

Artikel Terpopuler